Indonesia sudah terkenal dengan kebudayaan yang beraneka ragam yang ada di seluruh provinsi yang ada. Salah satu kebudayaan itu adalah seni tari. Seni tari setiap daerah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan daerah yang lainnya. Salah satunya adalah tari topeng di Cirebon. Nah sebelum lanjut ke pembahasannya, kita bahas dulu yuk mengenai topeng itu apa? Topeng di Cirebon itu biasanya terbuat dari bahan kayu lunak sehingga mudah dibentuk, misalnya kayu Jaran, kayu Waru, kayu Mangga ataupun kayu Lame. Meski terbuat dari bahan yang lunak, tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian dalam pembuatannya. Bahkan bagi seorang pengrajin ahli, membuat satu topeng membutuhkan waktu hingga satu hari. Di samping adanya proses pewarisan keahlian dari generasi ke generasi, kelestarian tradisi pembuatan topeng berkembang seiring dengan perkembangan kesenian yang menggunakannya, di antaranya adalah Tari Topeng Cirebon. Sebagai sebuah karya seni, topeng dibuat bukan hanya di pandang sebagai kedok penutup wajah. Dalam filosofi kebudayaan Cirebon, topeng lebih berfungsi sebagai hiasan bagian depan sorban atau penutup kepala. Istilah topeng sendiri dalam lingkup masyarakat Cirebon terbentuk dari dua kata yakni “ketop-ketop” yang berarti berkilauan dan “gepeng” yang berarti pipih. Kedua istilah tersebut mewakili sebuah elemen yang ada di bagian muka sobrah atau tekes, yaitu hiasan di kepala sang penari. Topeng Cirebonan hadir dalam beragam jenis, namun ada lima topeng utama yang biasa ditampilkan dan dikenal dengan Topeng 1. 1. Panca Wanda (topeng lima wanda atau lima rupa), diantaranya sebagai berikut :
2. Topeng Panji : Berwajah putih bersih sebagai penggambaran kesucian bayi yang baru lahir.
3. Topeng Samba (Pamindo) : Mewakili wajah anak-anak yang ceria, lucu dan lincah.
4. Topeng Rumyang : Dibentuk untuk melambangkan seorang remaja.
5. Topeng Patih (Tumenggung) : Mewakili wajah kedewasaan, berkarakter tegas, berkepribadian dan bertanggung jawab.
6. Topeng Kelana (Rahwana) : Dibentuk sedemikian rupa untuk menggambarkan seseorang yang sedang marah.
Selain Topeng Panca Wanda diatas, pada era sebelum 70-an terdapat topeng-topeng lain sebagai pelengkap babak dalam pagelaran tari Topeng Cirebon. Diantara topeng-topeng pelengkap adalah Tembem, Pratajaya, Prasanta, Sabdapalon, Pentul, Sadugawe, Nayagenggong/Gareng, Sentingpraya, serta Ngabehi Subakrama.
Nah, Tari topeng di Cirebon ini ternyata salah satu seni yang berisi hiburan juga mengandung simbol-simbol yang melambangkan berbagai aspek kehidupan seperti nilai kepemimpinan, kebijaksanaan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Dalam hubungan ini maka seni tari topeng ini dapat digunakan sebagai media komunikasi yang sangat positif sekali.
Sunan Gunung Jati merupakan salah satu wali
sanga yang mempunyai tugas menyebarkan agama Islam. Tantangan dan hambatan
sebagai wali ia temui, di antaranya menghadapi Pangeran Welang. Pangeran Welang
memiliki kesaktian, karena mempunyai pusaka Curug Sewu. Ia ingin mengalahkan
Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati menanggapinya tidak dengan kekerasan,
melainkan membentuk kelompok kesenian dan mengadakan pertunjukan keliling
kampung. Dalam kelompok kesenian tersebut menampilkan Nyi Mas Gandasari
sebagai penari yang memakai penutup muka (kedok). Pangeran Welang terpikat
dengan penampilan Nyi Mas Gandasari, ia pun meminangnya untuk dijadikan isteri.
Nyi Mas Gandasari menerima pinangan tersebut dengan syarat dipinang dengan
pusaka Curug Sewu. Pangeran Welang menyanggupi syarat tersebut yang akhirnya
kesaktian Pangeran Welang pun hilang. Ia menyerah kepada Sunan Gunung Jati dan
masuk Islam. Selanjutnya Tari Topeng di samping digunakan untuk menyebarkan
agama Islam juga merupakan kesenian khas istana, dan menjadi sarana hiburan yang
disukai masyarakat. Setelah Belanda menduduki Cirebon, seniman topeng merasa
tidak nyaman tinggal di lingkungan keraton, karena Belanda telah ikut mencampuri
urusan keraton. Mereka keluar dari istana dan menyebar ke Kabupaten Cirebon,
di antaranya Gegesik, Palimanan, Losari. Penelitian ini untuk mengetahui sejarah
pertumbuhan dan perkembangan Tari Topeng. Metode yang digunakan metode
sejarah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Tari Topeng sudah ada sejak Sunan
Gunung Jati sebagai kepala negeri di Cirebon. Tari Topeng di jadikan sebagai media
dakwah dan persebaran ke Gegesik, Palimanan, dan Losari mempunyai karakter yang
berbeda dengan pakem yang sama.
Dan pada masa itu dimana Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam, Sunan Gunung Jati bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakan tari topeng ini sebagai salah satu upaya untuk menyebarkan agama Islam dan sebagai hiburan di lingkungan keraton. Sebenannya tari topeng ini sudah ada jauh sejak abad 10-11 M yaitu pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan seni tari topeng ini masuk ke Cirebon dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat. Ternyata dalam perkembangannya disebut dengan Topeng Babakan atau dinaan yaitu berupa penampilan 5 atau 9 topeng dari tokoh-tokoh cerita panji.
Topeng ini berasal dari kata Taweng yang berarti tertutup atau menutupi, sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa topeng berarti penutup muka atau kedok. Dengan demikian tari topeng ini dapat di artikan sebagai seni tari yang menggunakan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya.
Unsur-unsur yang terdapat pada seni tari topeng mengandung simbol-simbol dan penuh dengan pesan terselubung, baik dari warna kedok, jumlah kedok, jumlah gamelan pengiring dan lainnya. Jumlah topeng keseluruhannya ada 9 buah yaitu panji, samba atau pamindo, rumyang, tumenggung atau patih, kelana atau rahwana, pentul, nyo atau sembelep, jingananom dan aki-aki. Topeng yang dijadikan topeng pokok ada lima buah yaitu panji, samba, rumyang, tumenggung dan kelana, sedangkan keempat kedok lainnya digunakan apabila dibuat cerita atau lakon seperti Jaka Blowo, Panji Blowo, Panji Gandrung dan lainnya. Kelima kedok itu disebut dengan Topeng Panca Wanda yang artinya topeng lima profil.
Nah, setelah kita tahu sejarah dari tari topeng ini jangan sampai kita sebagai orang Indonesia atau penduduk kota Cirebon sama sekali tidak mengetahui seni tari khas daerahnya sendiri. Mudah-mudahan generasi muda bisa melesterikan kekayaan budaya sendiri jangan sampai budaya kita dicaplok oleh negara lain.

0 Komentar